Monday, 20 June 2016

“Lereng Kritis”, Mengapa Longsor ?

https://rovicky.wordpress.com/2016/06/19/lereng-kritis-mengapa-longsor/

soc

Alam memiliki mekanisme unik. Hampir semua lereng bukit pada saat ini sejatinya pada kondisi kritisnya. Longsor merupakan saat ketika kondisi kritisnya terlampaui oleh sebuah gangguan. Gangguan ini dapat berupa pembebanan baru, atau karena perubahan (pemotongan lereng).


Salah satu gangguan beban adalah penambahan air oleh hujan dimana saat ini menjadi pemicu uatama beberapa longsor.
Salah satu cara yang mudah untuk mengerti teori longsor adalah dengan membuat sandpileatau tumpukan pasir. Yaitu melihat realitasnya dengan tumpukan pasir atau boleh juga tumpukan beras seperti diatas itu. Nah yang sebelah ini adalah caranya untuk melihat dengan sebuah model.
Buatlah tumpukan beras, kemudian lihatlah seberapa besar lereng maksimumnya. Bila kamu tambah maka butirannya akan jatuh kebawah. Itu artinya sudutnya sudah maksimum.
😦 “Pakde, kalau pakai butiran kacang hujau sudutnya beda ya ?”
Kita coba beberapa modelnya.
Model 1

soc1

Model disebelah ini menggambarkan bagaimana sebuah tumpukan kotak biru (anggap saja satu butir pasir) yang akan stabil apabila sudut kelerengannya atau gradiennya 2 atau 60 derajat. Sudut ini akan menjadi sudut kritisnya.
Ketika ditambah satu butir pasir saja tumpukan diatasnya, maka tumpukan itu akan jatuh kebawahnya, dan yang dibawah akan jatuh ke bawahnya lagi, dan seterusnya. Sampai maksimum hanya dua tumpukan disebalah ruang kosong. Ini mirip sebagai analogi, bila ada penambahan beban diatas bukit, atau adanya beban tambahan karena adanya air hujan.
Dengan demikian sudut kritis ini akan selalu terjaga. Dan akan menjadi sudut kritis berikutnya.
Dapat juga gangguan berupa pengambilan dibawahnya yang berakibat sama yaitu jatuhnya butiran diatasnya. Ini mirip kalau ada cutting pemotongan tebing.
😦 “Pakde, kalau begitu kondisi alam selalu dalam kondisi kritis ?”
😀 “Lebih tepatnya, alam itu selalu dinamis. Selalu berubah-ubah. Dan itu cirikhas dari planet yang ‘hidup
Model 2
soc3

Model berikut ini misal ketika ada material lain disebelahnya, maka sudah mulai terlihat sedikit bertambahkompleks. Menambah dan mengambil satu butir atau satu tumpukan kotak saja sudah akan mempengaruhi kestabilan tebing atau kestabilan lereng.
Aplikasi ini mudah dilakukan kalau anda sebagai petugas gudang ingin menumpuk-numpuk barang. Itulah sebabnya ada tulisan dalam setiap kardus kemasan. Maksimum tumpukannya akan tertulis. Selain ditakutkan akan runtuh tumpukan kotak ini juga bisa jadi tidak kuat menahan beban diatasnya.
Semakin banyak jenis dan ukuran butiran, maka akan semakin rumit juga kalau ingin dibuat model matematisnya.
😦 “Whadooh, makin lama makin rumit pakde”
Namun seringkali, alam memiliki cara mneyelesaikan dengan analogi juga statistik dalam menyelesaikan equation (rumusan).
Model 3
soc4

Model ke 3 ini lebih kompleks dan mungkin banyak terdapat di alam ketika ada sebuah tumpuk-tumpukan material penyusun.
Misalnya saja tumpukan batuan. Coba bandingkan gambar ini dan diatas ini. Bagaimana seandainya saya mengambil satu kotak saja. Maka bentuk akhirnya tentu akan berbeda. Secara mudah saja kita akan tahu bagaimana kompleksnya seandainya tumpukan ini bukan hanya tumpukan kardus mie dicampur kardus kopi dan kardus roti. Di alam mungkin batuanpun terdiri dari bermacam-macam ukuran serta jenis materialnya.
😦 “Wis Pakde, semakin rumit semakin kompleks. malah sulit dimengerti nanti”
Memang melihat contoh, foto, gambar dan analogi sering kali lebih mudah untuk mengenali alam sekitar kita. Itulah sebabnya mengapa ilmu geologi semestinya lebih mudah ketimbang ilmu matematika yang hanya angka abstrak looh.
Dimana bumi dipijak ketahuilah apa dibawah telapak kakimu.
Alam itu sangat beragam, bahkan setiap bukit itu unik, dalam satu gunung juga unik. Pengenalan daerah seringkali lebih tepat. Apabila ada daerah yang barusaja longsor, dan apabila kita dapat merekonstruksikannya, maka mungkin kondisi tepat sebelum longsor dapat dianggap sebagai kondisi kritis. Ini pendekatan sederhananya saja. Dilapangan tentu akan bervariasi. Tetapi pendekatan ini dapat dipakai untuk melokalisir daerah berpotensi longsor.
Kalau kamu melihat gambar disamping, tentunya kamu tahu bahwa matematika itu jauh lebih sulit dari ilmu geologi kan ?

di-copas dari Dongeng Geologi by pak Rovicky https://rovicky.wordpress.com/

MENGENALI GEJALA AWAL LONGSOR.

https://rovicky.wordpress.com/2016/06/19/mengenali-gejala-awal-longsor-2/
[Keprihatinan banjir dan longsor yg terjadi di beberapa tempat].

lonsor

Bencana longsor disetiap musim hujan akhir tahun maupun tengah tahun karena pergeseran musim selalu saja mengagetkan dan selalu menunjuk hidung kita sendiri. Ya benar, kita pernah tahu dan kita juga sudah belajar dan kita juga sudah mengantisipasi. Tapi mengapa masih juga menelan korban ?
Mungkin saja masih ada yg terlupa pada program mitigasi kebencanaan kita selama ini. Mungkin kita perlu melihat dari kacamata berbeda
Hujan merupakan pemicu utama bencana longsor, oleh sebab itu maka ketika hujan deras terjadi, perhatikan daerah berlereng tajam, derah kurang vegetasi dan daerah yg banyak dijumpai rekahan/retak. Gejala-gejala dan pemicu longsor ini semestinya dapat lebih mudah dikenali. Namun tidak mungkin semua mengerti gejala dan pemicu ini, sehingga harus dengan koordinasi. Kalau toh koordinasi juga masih sulit salah satu yg paling memungkinkan adalah “berbagi”. Ya, saling berbagi informasi.

Anak-anak desa yang suka berpetualang menjadi “surveyor”.


20100928140337-tanah-terbelah-280910
Retakan terbuka dan relatif lurus di ujung bukit berlereng tajam, sebagai tanda awal longsor.

Mengenali rekahan bukanlah hal yg sulit, anak-anak yg suka berjalan berkelana kesana kemari dapat diajari untuk mengenali gejala ini.
Retakan sebagai gejala awal longsoran biasanya lurus panjang dan terbuka. Kalau anak-anak diajari ttg hal ini, mungkin akan menjadi “agen agen mitigasi” yg handal.
Dan bila mereka melihat gejala itu diminta membertahukan ke guru atau kakaknya bila melihat gejala ini saat ada di jalan pulang sekolah atau saat bermain.

Tips Menghadapi Longsor dan Ciri Daerah Rawan Longsor


longsor3
Amblesan di lereng yg awalnya beberapa centi akan berkembang menjadi beberapa meter. haris diwaspadai. Khususnya yang tinggal dibawahnya.


Ciri Daerah Rawan Longsor
1. Daerah berbukit dengan kelerengan lebih dari 20 derajat
2. Lapisan tanah tebal di atas lereng
3. Sistem tata air dan tata guna lahan yang kurang baik
4. Lereng terbuka atau gundul
5. Terdapat retakan tapal kuda pada bagian atas tebing
6. Banyaknya mata air/rembesan air pada tebing disertai longsoran-longsoran kecil
7. Adanya aliran sungai di dasar lereng
8. Pembebanan yang berlebihan pada lereng seperti adanya bangunan rumah atau saranan lainnya.
9. Pemotongan tebing untuk pembangunan rumah atau jalan
Upaya mengurangi tanah longsor
1. Menutup retakan pada atas tebing dengan material lempung.
2. Menanami lereng dengan tanaman serta memperbaiki tata air dan guna lahan.
3. Waspada terhadap mata air/rembesan air pada lereng.
4. Waspada padsa saat curah hujan yang tinggi pada waktu yang lama
Yang dilakukan pada saat dan setelah longsor
longsor4
Longsoran kecil-kecil perlu dipetakan untuk melihat besarnya potensi longsor.

1. Karena longsor terjadi pada saat yang mendadak, evakuasi penduduk segera setelah diketahui tanda-tanda tebing akan longsor.
2. Segera hubungi pihak terkait dan lakukan pemindahan korban dengan hati-hati.
3. Segera lakukan pemindahan penduduk ke tempat yang aman.


di-copas dari Dongeng Geologi by pak Rovicky https://rovicky.wordpress.com/